Monday, March 5, 2012

Terjerat Pesona Sang Phantom

The Phantom of The Opera.

Siapa yang tak pernah mendengar kisah klasik ini. Bahkan seumpamanya belum pernah membaca atau menonton filmnya, The Phantom of The Opera adalah karya Gaston Leroux yang sudah banyak dikenali sebagai kisah drama cinta bersalut misteri.

Karenanya ketika Big Daddy mendatangkan Sang Phantom dalam pertunjukan opera di Balai Kartini Jakarta, saya bersemangat sekali.


The Phantom of The Opera yang menyambangi Jakarta selama 3 minggu dari 14 Februari - 4 Maret lalu itu mengambil versi Ivan Jacobs untuk dimainkan. Phantom versi Jacobs adalah versi original yang komposisinya dibuat di 1972.

Terdiri dari 2 babak 21 adegan, pertunjukan diawali dengan nuansa horor dan misteri dari adegan ditemukannya sesosok tubuh yang tergantung.

Gosip tentang munculnya Sang Hantu opera pun menyebar. Akan tetapi duo manager opera membantah keras rumor tersebut. Namun ketika Christine Daae melakukan debutnya dengan menggantikan Carlotta, tampak hadir diam-diam di bangku penonton sosok misterius mengenakan topeng dan jubah.

Selain Sang Hantu, ada seorang pemuda yang ikut menyaksikan debut Christine - Raoul - teman masa kecil Christine yang jatuh cinta pada gadis itu. Ketika Christine pingsan akibat terlalu cemas dan gugup setelah pertunjukannya, Raoul mendatangi Christine, hanya untuk mendapati bahwa Christine tidak mengenalinya.

Di sisi lain, Christine rupanya memiliki guru rahasia yang disebutnya sebagai Malaikat Musik (Angel of Music) yang mengajarinya menyanyi. Sang Guru - yang tentu saja penonton ketahui sbg Phantom - mengultimatum Christine agar hanya mencintai dirinya, sebab jika tidak ia akan pergi. Di saat inilah Christine dan Phantom menyanyikan Apart From You.

apart from you there is no music
apart from you there is no joy

Lagu ini - beserta Living on The Edge - termasuk yang paling melekat di kepala saya, yang saya gumam-gumamkan sepanjang jalan pulang dan beberapa hari setelahnya :D

The kiss at Phantom's Lair
Dari sanalah kisah cinta dan teror Phantom berlanjut.

Penonton tidak hanya diharu-biru oleh cinta segitiga Christine yang terjepit di antara Erik Sang Phantom dengan kegilaannya dan Raoul dengan kenaifannya, tetapi juga dihibur adegan kocak yang membuat seisi Nusa Indah Theater tergelak. Seperti adegan rehearsal Carlotta yang oleh duo manager disindir "Suaramu lebih bagus semalam" dan disambut delikan Carlotta. Yaeyaa semalam kan yang nyanyi Christine :))

Adegan yang juga saya sukai adalah ketika Christine mendapat mimpi yang menggambarkan dirinya terombang-ambing di antara Phantom dan Raoul. Adegan ini ditampilkan dalam komposisi balet yang cantik. Oke, tak hanya ini pertama kali saya menonton opera ini juga pertama saya melihat balet. Jadi, ketika Christine dalam adegan balet diangkat beberapa kali dengan ringannya bagai bulu, atau pirouette Sang Phantom yang saya hitung kalo tidak salah 8 kali putaran itu, saya terharu dengan sempurna.

Adegan pesta topeng, yang setelahnya Raoul dan Christine menyanyikan Living On The Edge
Diva Biche

Setting dan tata lampu simpel namun efektif. Adegan chandelier bikin saya agak kaget, karena tadinya saya kira chandelier itu properti gedung, tapi ternyata dia bergoyang dan berkelip2 saat teror Phantom yang murka karena Christine tidak menyanyi.

Para pemeran menurut saya - yang awam opera ini - terasa pas. Phantom (Shouvik Mondle) diperankan dengan karakter suara yang berat, tebal dan penuh, seperti yang akan kita bayangkan dari pria bertopeng ini. Christine (Natalie Ramires) manis dengan suara tinggi yang jernih memukau. Sementara Raoul (Christopher Behmke) dibawakan dalam sosok pemuda tampan dengan suara yang kuat namun halus.

Opera vs Buku
(bagian ini mungkin mengandung SPOILER)

Beberapa unsur dalam opera karya Ivan Jacobs ini berbeda dengan novelnya. Misalnya munculnya karakter Didot yang kemudian dibunuh oleh Phantom, atau disorotnya karakter Meg Giry yang tampaknya "wanita kesayangan" semua pria di opera. Tapi perbedaan terbesar tentu saja terdapat pada kisah cinta segitiga Raoul - Christine - Erik.

Jika di dalam buku, nyata-nyata Christine mencintai Raoul dan sangat takut pada Erik, bahkan menyebutnya monster, dalam opera ini Christine tampak lebih mencintai Erik dan mengabaikan Raoul. Christine mempercayai Erik dan mengasihi sekaligus mengasihaninya karena wajahnya dan hidupnya yang kesepian. Christine masih mempercayai Erik sebagai Malaikat Musiknya, sampai akhir.

Dalam buku, Christine - meski mengaku tidak membenci Erik tetapi jelas tidak jatuh cinta padanya dan menyebutnya monster

Meski romansa Christine dan Erik yang diperlihatkan dalam panggung opera ini lebih seperti yang saya bayangkan tentang kisah Phantom (tau dong, heroine yang jatuh hati pada pria buruk rupa yang berbahaya) tetapi endingnya jadi terasa kurang mengalir karena - seperti juga di buku - Christine dan Erik harus berpisah.

Dalam opera tersebut saya agak sulit memahami mengapa Christine harus pergi? Saya akhirnya berpikir mungkin karena di adegan terakhir itu Erik tampak begitu berbahaya dan gila hingga harus ditinggalkan. Tapi klo memang begitu kenapa harus menyanyikan Music of Life (yg denger-denger debut di Jakarta ini) seakan2 berat berpisah? Kenapa pula Raoul pergi lebih dulu alih-alih - katakan - menyeret Christine ikut dengannya keluar dari sarang Erik Sang Hantu? Apakah Raoul begitu kesalnya? Jika kesal kenapa ga menyerang Erik?

Lepas dari itu, toh pada kali ke-2 saya menonton pagelaran opera ini, saya berkaca-kaca juga di saat Christine dan Erik terpisah.

Adegan akhir yang walau sulit saya mengerti tapi teteup bikin mewek.. mungkin karena saya ga mau opera ini berakhir dan berpisah sama Phantom ya.. T_T

Meski berbeda, beberapa dialog mempertahankan dialog asli dari versi Gaston Leroux, seperti;

Kalimat yang diucapkan Erik pada Christine ketika manbawanya ke sarangnya.

Kalimat ini diucapkan Christine untuk menenangkan Erik yang murka dan sedih karena gadis itu nekad membuka topengnya. Konteksnya agak berbeda. Di dalam buku diceritakan Christine ketakutan dan mengucapkan ini sekedar untuk menenangkan. Sedang di opera terlihat Christine sungguh-sungguh kasihan dan bersimpati pada Erik, yang kemudian diikuti dengan adegan kecupan.

Diucapkan oleh Phantom sebagai perlambang kegilaannya akan eksistensi diri dan cintanya, yang juga mewakili naskah opera yang dibuatnya yang ingin dimainkannya bersama Christine

Dalam opera, bahkan terdapat lagu I Am Loved For Me, yang melambangkan keinginan Erik untuk dicintai karena dirinya, bukan karena suaranya atau apapun.


Terhipnotis Sang Phantom

Kalau saya tidak begitu terpesonanya dengan Phantom, saya tidak akan menonton 2 kali! Jadi, itu artinya saya 2 kali susah payah ikut kuis untuk mendapatkan tiketnya, niat banget kan :p Yang pertama dari Tabloid Bintang, yang kedua dari Virowater :D

Seperti yang saya katakan, ini pertama kalinya saya menyaksikan opera, dan sejujurnya pengalaman pertama membuat saya ketagihan. Seandainya bisa, saya ingin menonton The Phantom of The Opera ini tiap hari!

Di kesempatan pertama, saya duduk di balkon sedang berikutnya di bawah - dengan tiket orchestra 2. Sejujurnya menonton dari balkon memberi kesan regal - agung. Seperti laiknya para bangsawan di film-film itu.

Akan tetapi menyaksikan dari jajaran bangku Orchestra 2 (Row M, hanya 4 baris di belakang Orchestra 1) sudah pasti terasa lebih dekat dan nyata. Beberapa detil seperti sosok yang tergantung, misalnya, sempat luput dari perhatian saya ketika di balkon.

Dari seat Balcony, agak jauh namun berkesan 'mengamati' seakan para pemain benar-benar 'mempersembahkan' akting dan nyanyian mereka untuk saya
Dari seat Orchestra 2, lebih dekat lebih engaging, seakan saya bagian dari cerita yang dimainkan

Baik dari balkon maupun orchestra, saya tetap terjerat. Saya jatuh cinta pada Phantom, lebih tepatnya Phantom yang baru saja memainkan perannya. Mata saya berkaca-kaca ketika pemeran Erik keluar, membungkuk memberi salam pada penonton! >.<

Sayang sekali saya ga bisa menemui Shouvik Mondle, padahal kan pengen ngobrol-ngobrol narsis poto-poto gitu :D

Tapi seperti dalam wawancaranya dengan The Jakarta Globe, ini pertama kalinya Mondle ke Jakarta, dan bukan yang terakhir, janjinya, jadi... saya tunggu yaa mas Phantom, eh, mas Shouvik dan kawan-kawan! :D

Terima kasih Bigdaddy yang membawa The Phantom of The Opera ke Jakarta, ditunggu banget looh opera Phantom versi Webber di Jakarta :D

***
Special thanks: Tabloid Bintang dan Virowater yang memilih saya jadi pemenang kuis Phantom,
follow deh Twitter mereka kali aja besok-besok ada kuis lagi :D

Semua kutipan buku diambil dari ebook The Phantom of The Opera dari Gutenberg Project,
bisa didownload gratis via iBooks for iPad atau

7 comments:

  1. mba des ini balet ya? dimana n gimana beli tiketnya? sampe kapan di jkt? borongan ya nanyanyaa hehhehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Opera darling, tapi Phantom ini emang gabungan teater, opera dan balet, jadi ada adegan balet juga di sini.
      Oops lupa kasih tanggal ya.. operanya udah abis tgl 4 kemarin say :(

      Delete
  2. Mbak des, congrats yah. Menang kuis lagi.

    Aku juga baru sekali nonton opera. Bener-bener efeknya lebih kerasa ya. Waktu itu aku nonton Wicked sampe terharu biru gitu. Jadi kepengen nonton opera lagi. hahahah.. Phantom nih aku suka lagu-lagunya aja tapi ga terlalu ngerti ceritanya.. >__< sepertinya harus nonton ulang lagi filmnya, biar ngerti..

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kaan iyaa kaan.. pengeen nonton opera lagii!
      daku belum nonton filmnya looh dan ga tahu lagu2nya ahaha *brb cari filmnya

      Delete
  3. Oh ternyata lain sama sekali dari bukunya ya? Ya iyalah..kalo nurutin bukunya, mau pertunjukannya berapa jam? Jadi kalo mau menikmati, mungkin lebih baik sebelum baca buku, kalo gak malah kecewa.

    Kamu baca bukunya yg terbitan mana nih? Gramedia or Serambi?

    ReplyDelete
    Replies
    1. justru aku nonton opera itu sebelum baca bukunya hihi.. jadi aku mewakili orang2 yg kusebut di awal: "belum baca dan belum nonton filmnya tapi tahu kira2 ceritanya seperti apa" :p
      klo menurutku sih nonton opera sebaiknya udah tahu ceritanya, klo belum baca bukunya ada booklet adegannya jadi know what to expect

      baca ebooknya aja ahaha, karena ga sempat nyari bukunya sedang untuk bikin review ini kynya kurang sreg klo belum baca bukunya :p
      tapi mo cari juga sih versi terjemahannya, moga2 masih ada di tokbuk

      Delete
    2. eiya, aku ndak nolak kok klo operanya berjam2 ihihi tp kesian yak penyanyinya :p

      Delete

Your say..

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails